Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Sebuah Khayalan Menjelang Petang AWAL mula postingan ini sejatinya tulisan status saya di Facebook. Saya membayangkan, bagaimana seandainya Hari Raya Nyepi yang selama ini dirayakan hanya di Bali saja, ternyata dirayakan di seluruh dunia. Kalau semuanya merayakan Nyepi, artinya seluruh aktivitas di berbagai belahan bumi stop selama 24 jam. Ketika sampai pada bayangan bahwa seluruh aktivitas di dunia ini bakal terhenti selama 24 jam, saya belum sempat berpikir berapa persen energi yang mungkin bisa dihemat. Berapa persen pula polusi yang bisa dikurangi. Dan, berapa persen juga penyakit jiwa yang bisa diredam. Soalnya, saya sendiri tidak punya gambaran jelas mengenai itu semua. Karena memang saya tidak punya data. Apalagi melakukan survei secara langsung. Tapi, kebiasaan mengkhayal yang sejak SD sudah biasa saya lakukan rupanya mendorong saya untuk merenung lebih dalam. Saya pun mengabaikan angka-angka dan langsung pada kesimpulan bahwa pasokan energi di bumi semakin langka. Sebara

Masih Ada Tempat Bermain

Gambar
DISADARI atau tidak, pesatnya pembangunan di Bali telah menghilangkan area bagi anak-anak untuk bermain atau melakukan aktivitas seusianya. Akibatnya, anak-anak sekarang lebih akrab dengan pusat permainan yang ada di supermarket atau pusat perbelanjaan. Mereka tak lagi mengenal lingkungannya secara langsung. Dan, lebih akrab dengan tokoh imajinasi yang ada di pusat permainan yang terkadang dijadikan alternatif penitipan bagi para orang tua saat shoping. Meski demikian, masih ada secercah harapan bagi anak-anak di Bali. Nun jauh di kaki Gunung Agung, tepatnya di Desa Munti Gunung, masih terhampar luas perkebunan kering yang ditanami kacang mete. Di tempat itu juga, anak-anak setempat sering bermain. Dahan pohon mete yang relatif pendek mereka jadikan ayun-ayunan. Seperti yang dilakukan tiga anak Munti Gunung beberapa waktu lalu. Di pohon itulah mereka bermain dengan leluasa.(rul)

Meamian-amianan, Suka Cita Para Dewa

Gambar
KARANGASEM ternyata punya segudang tradisi unik yang masih tetap lestari hingga saat sekarang. Selain Geret Pandan di Tenganan, Ter Teran di Jasi, masih ada tradisi unik lainnya yang cukup menarik untuk ditonton. Di Desa Adat Asak, Kecamatan Karangasem, ada tradisi Meamian-amianan yang hanya digelar pada Purnama Kedasa selama dua tahun sekali. Dalam tahun ini, tradisi itu kembali digelar sejak Selasa (30/3) yang lalu hingga Rabu (31/3) kemarin. Para warga terutama kaum lelaki berkumpul di Pura Desa Adat Asak sekitar pukul 16.00 untuk bersiap mengarak jempana yang menjadi tempat pretima (benda suci milik desa). Jempana tersebut kemudian digotong ke Beji Toya Ijeng yang berjarak sekitar satu kilometer dari pura. Sesuai namanya, Beji merupakan sumber mata air yang sangat disucikan. Sehingga di tempat itu pula seluruh jempana disucikan. Yang menarik dari prosesi ini adalah aksi saling sogok-menyogok antara pengusung jempana. Ini berlangsung sekembalinya dari proses penyucian di beji dan se

Nginjak Bumi, Tradisi Unik Kampung Grembeng

Gambar
DALAM sepuluh hari lagi, kalender islam akan memasuki bulan Rabiul Akhir. Meski demikian, peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau kerap disebut Maulid Nabi masih tetap berlangsung di Karangasem. Perayaannya masih bisa ditemukan di beberapa kampung Muslim di Karangasem dengan berbagai tradisi unik khas wilayah setempat. Di Kampung Gerembeng Atas contohnya. Kemarin, Minggu (7/3), perayaan Maulud Nabi dilaksanakan dengan tradisi Ngurisang. Tradisi ini dilakukan dengan cara menguris rambut puluhan bayi di kampung setempat. Prosesi pemotongan rambut bayi tersebut diiringi dengan pembacaan Shalawat. Kalau dilihat sepintas, tradisi ini menunjukan adanya akulturasi Hindu dan Islam. Karena dalam pelaksanaannya banyak mempergunakan kembang dan air. Tradisi ini sendiri terbagi dalam tiga tahapan. Setelah pemotongan rambut bayi, tradisi ini kemudian dilanjutkan dengan Mejurag atau melempar uang koin yang bercampur kembang. Mejurag ini dilakukan di halaman masjid dan diikuti oleh ratusan anak

Pulang dari Melaut

Gambar
INDONESIA memang punya kekayaan laut yang menakjubkan. Pun demikian dengan Bali yang dikenal di tiap penjuru dunia. Inilah gambaran kehidupan nelayan tradisional di Bali yang dijepret di Tanah Ampo, Karangasem. Mereka dengan gotong royong memperbaiki jaring yang baru saja dipakai untuk menangkap ikan. Mereka berangkat dini hari dan pulang dengan tangkapan yang siap dijual pada pagi hari. (rul)

Horee…Sekarang Punya Cupang

Gambar
SEJAK 4 Maret 2010, di kamar kosku yang sempit kedatangan penghuni baru. Mereka tak lain tiga ekor ikan Cupang yang anggun. Lumayan untuk teman sekaligus pelepas suntuk di kamar kos. Tiga ekor Cupang ini beli di penjual ikan yang ada di dekat Tugu Pahlawan Karangasem pada hari itu juga. Ketiga ikan ini aku taruh di botol bekas yang sudah aku potong. Tidak banyak makan tempat, karena tubuh ikan petarung ini tidaklah besar. Meski tercatat sebagai ikan kelas petarung, ikan ini tidak akan aku adu. Kasihan, tubuhnya yang mungil tapi anggun bakal rusak. Bahkan bisa mati kalau dia kalah saat diadu. Welcome Mbak Cupang.(rul)

Postingan populer dari blog ini

Menengok Klebutan Toya Masem (2-habis)

Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Menengok Klebutan Toya Masem (1)