Postingan

Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Sebuah Khayalan Menjelang Petang AWAL mula postingan ini sejatinya tulisan status saya di Facebook. Saya membayangkan, bagaimana seandainya Hari Raya Nyepi yang selama ini dirayakan hanya di Bali saja, ternyata dirayakan di seluruh dunia. Kalau semuanya merayakan Nyepi, artinya seluruh aktivitas di berbagai belahan bumi stop selama 24 jam. Ketika sampai pada bayangan bahwa seluruh aktivitas di dunia ini bakal terhenti selama 24 jam, saya belum sempat berpikir berapa persen energi yang mungkin bisa dihemat. Berapa persen pula polusi yang bisa dikurangi. Dan, berapa persen juga penyakit jiwa yang bisa diredam. Soalnya, saya sendiri tidak punya gambaran jelas mengenai itu semua. Karena memang saya tidak punya data. Apalagi melakukan survei secara langsung. Tapi, kebiasaan mengkhayal yang sejak SD sudah biasa saya lakukan rupanya mendorong saya untuk merenung lebih dalam. Saya pun mengabaikan angka-angka dan langsung pada kesimpulan bahwa pasokan energi di bumi semakin langka. Sebara

Mads Lange, Arsitek Ketenaran Kuta

Gambar
KUTA dengan segala ketenarannya ternyata menyimpan banyak sejarah. Tak hanya sebagai tujuan wisata utama dunia, Kuta yang berada di Kabupaten Badung tercatat pula sebagai kawasan perdagangan yang layak diperhitungkan pada masanya. Bahkan, kongsi dagang Belanda alias VOC yang bekedudukan di Batavia sempat mengalami depresi politik lantaran pesatnya kemajuan Kuta masa itu. Melejitnya Kuta sebagai sebuah tujuan wisata sesungguhnya dimulai pada abad 19. Pada saat itu, Kuta menjadi salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Badung. Kemajuan di bidang perdagangan kala itu, kelak di kemudian hari menjadikan Kuta sebagai kawasan wisata utama di dunia. Konstruksi dari itu semua tak lepas dari peran seorang seorang Denmark bernama Mads Johansen Lange. Berdasarkan tinjauan sejarah yang ada, pria kelahiran Rudkobing pada 18 September 1807 ini seorang pengusaha sekaligus politisi ulung. Terdamparnya Mads Lange di Bali hingga akhir hayatnya tak terlepas dari situasi perpolitikan dan ekonomi di negaranya

Prosa I

Aku sudah berusaha maksimal. Proses demi proses sudah aku lalui. Bahkan, aku harus berjalan dalam kegelapan. Tapi mengapa proses yang aku lalui tetap terkesan tidak sempurna? Malah sebaliknya, aku menuai cibiran telak dari segala penjuru. Aku harus mengecap penilaian terburuk dari tiap ujung jari. Salahkah aku bersikap hati-hati. Aku sudah belajar untuk merubah mental. Dari yang buruk di mata teman-teman. Menuju yang baik di mata komunitas dan profesi. Aku pun sudah berusaha untuk menghindari kebiasaan sesat dalam sebuah profesi. Aku hanya ingin bersikap bijak. Tiada niatku untuk lepas dari idealisme. Bukankah profesi ini mengedepankan nalar pula. Bukan sekadar skeptis yang tinggi? Nalar itu aku terapkan. Karena aku harus mandiri. Rasa nyaman dan aman bukankah hak azasi. Pun demikian dalam menjalani profesi. Chairul AS, 22 Pebruari 2010

Gebug Ende, Warisan Perang Tentara Seraya

Gambar
Diyakini Bisa Mendatangkan Hujan Lantaran diyakini bisa mendatangkan hujan, Gebug Ende lahir di Seraya. Dan, di musim kemarau tahun ini, tradisi ini kembali digelar. Bagaimana tradisi ini lahir? BEBERAPA hari belakangan ini, warga Desa Seraya, Karangasem dalam rentang waktu tiga hari mendapat hiburan gratis pada sore harinya. Yakni, kesenian Gebug Ende yang kembali digelar oleh Desa Pekraman setempat. Tradisi ini dilakukan untuk memohon datangnya hujan dan menyudahi musim kemarau yang saat ini masih menyengat. Selama ini, Gebug Ende memang identik dengan kekeringan. Karena, kesenian yang dimainkan oleh kaum lelaki di Seraya ini memang dipercaya memiliki kesakralan. Bagi warga Seraya, musim kemaru yang tak berkesudahan menjadi waktu bagi mereka untuk menggelar tradisi tersebut. Tradisi yang sejatinya warisan kaum lelaki Seraya yang menjadi pasukan kerajaan Karangasem saat ekspansi ke Kerajaan Selaparang, Lombok. Entah apa kaitannya antara Gebug Ende dan hujan? Yang jelas, kepercayaan it

Reboisasi Mandiri Ala Warga Temukus

Gambar
Menyelamatkan 30 Hektar Lahan Labil Meski masuk kategori subur, lahan di Dusun Temukus, Desa Besakih ternyata cukup labil. Unsur tanah yang banyak mengandung pasir membuat lahan di pedusunan tersebut rentan longsor. Di sisi lain, lahan yang curam tersebut tidak disertai dengan pepohonan penyangga. Karena itu, warga setempat dengan swadaya melakukan reboisasi. Seperti apa jalannya? KABUT tebal terlihat menyelimuti Gunung Agung pada Kamis (18/2) siang. Rona-ronanya, kawasan spiritual tersebut sebentar lagi akan hujan. Meski demikian, koran ini harus tetap melanjutkan perjalanan untuk menengok aktivitas beberapa warga di Dusun Temukus, Desa Besakih yang sedang mereboisasi wilayahnya. Penghijauan tersebut sedang mereka gencarkan karena kebetulan mendapat bantuan 2 ribu bibit Albesia yang diperjuangkan Uluapad Community dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Awalnya, koran ini melintasi jalan yang lumayan baik karena dilapisi semen. Namun kondisi jalan yang bebas hambatan itu ternyata tak bis

Irit atau Pelit?

Gambar
Entah karena tidak ada dana atau memang tidak masuk dalam perencanaan, di Lingkungan Padang Kertha, Karangasem, tiang listriknya justru dimanfaatkan dari pepohonan. Tiap pohon kelapa yang tumbuh di pinggir jalan dipakai untuk menggantungkan kabel listri. Agar bisa mengalir dari satu tempat ke tempat lain. Padahal, warga yang awam kelistrikan, bisa saja khawatir. Kalau cara seperti itu bisa sangat membahayakan. Apalagi kalau sedang musim hujan. (rul)

Ketika Batik Mendapat Julukan World Haritage

Gambar
Indonesia memang patut berbangga, ketika 2 Oktober 2009 yang lalu UNESCO menetapkan kain batik sebagai warisan dunia atau lebih keren world heritage. Bagaimana tidak, batik merupakan hasil budaya Indonesia yang bisa dibilang mengakar di tiap penjuru Nusantara. Tak terkecuali Bali. Karena adanya pengukuhan tersebut, tak mengherankan kalau pemerintah menetapkan Hari Batik Nasional dan menganjurkan tiap warga mengenakan batik. Apakah itu sudah cukup? BAGI para pengerajin batik di Jogyakarta, pengakuan itu memberi kebanggan sekaligus tantangan yang begitu rumit dan berat. Bangga karena pamor batik di mata dunia semakin naik. Terutama dalam dunia fashion yang belakangan cenderung menggagas ide kekinian. Karena, batik selama ini diidentikan dengan kekunoan. Sehingga sangat jarang designer menjadikan batik sebagai pilihan alternatif bahan busana. Dikatakan tantangan rumit dan berat, lantaran industri kerajinan batik tradisional harus berhadapan dengan pabrik bermodal besar. Yang mengandalkan

Candi Kimpulan, Jejak Mataram Kuno yang Tercecer

Gambar
Penemuan situs Kimpulan di areal Universitas Islam Indonesia (UII) hingga kini menjadi pusat perhatian para arkeolog. Sebab, situs ini merupakan ceceran sejarah mengenai kerajaan Mataram Kuno. Sekalipun candi ini sekarang berstatus monumen mati (dead monument). Apa saja yang ditemukan? PULUHAN orang tukang terlihat sibuk menggali di salah satu sudut areal Universitas Islam Indonesia (UII) Jogyakarta, Sabtu (24/1) yang lalu. Mereka meraup pasir lapis demi lapis untuk kemudian di timbun pada tempat lain. Semua itu dilakukan untuk memisahkan bangunan yang tertimbun oleh pasir bekas muntahan Gunung Merapi. Bangunan itu kini begitu penting untuk digali. Karena sejak 11 Desember 2009 yang lalu Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jogyakarta menetapkan bangunan itu sebagai bangunan candi bersejarah. Namanya situs candi Kimpulan. Oleh para arkeolog yang meneliti penemuan tersebut, nama itu diberikan lantaran lokasinya berada di Dusun Kimpulan, Kabupaten Sleman. Hingga kini banguna

Postingan populer dari blog ini

Menengok Klebutan Toya Masem (2-habis)

Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Menengok Klebutan Toya Masem (1)