Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Sebuah Khayalan Menjelang Petang AWAL mula postingan ini sejatinya tulisan status saya di Facebook. Saya membayangkan, bagaimana seandainya Hari Raya Nyepi yang selama ini dirayakan hanya di Bali saja, ternyata dirayakan di seluruh dunia. Kalau semuanya merayakan Nyepi, artinya seluruh aktivitas di berbagai belahan bumi stop selama 24 jam. Ketika sampai pada bayangan bahwa seluruh aktivitas di dunia ini bakal terhenti selama 24 jam, saya belum sempat berpikir berapa persen energi yang mungkin bisa dihemat. Berapa persen pula polusi yang bisa dikurangi. Dan, berapa persen juga penyakit jiwa yang bisa diredam. Soalnya, saya sendiri tidak punya gambaran jelas mengenai itu semua. Karena memang saya tidak punya data. Apalagi melakukan survei secara langsung. Tapi, kebiasaan mengkhayal yang sejak SD sudah biasa saya lakukan rupanya mendorong saya untuk merenung lebih dalam. Saya pun mengabaikan angka-angka dan langsung pada kesimpulan bahwa pasokan energi di bumi semakin langka. Sebara

Pecut Itu Mengenai Blackout

AWALNYA sulit untuk menerka, apakah gemerlap musik rock Indonesia di era 90-an ke bawah akan bangkit lagi. Di awal 2009, tanda-tanda kebangkitan itu memang sempat mengemuka. Paling tidak dengan rencananya Godbless dan Jamrud, serta band berhaluan rock lainnya di Indonesia naik lagi ke atas pentas. 

Kemunculan mereka memang dinantikan bak “pecut” bagi dedengkot-dedengkot band pengusung music cadas. Setidaknya, pentolan The Wheels, Dodi mengakui harapan itu. Saat terlibat pembicaraan denganya di awal 2009 yang lalu, dia dengan jujur mengakui harapannya itu. Harapan, yang mungkin juga membenak di hati band sealirannya.

Namun, waktu berkehendak lain. Meski berusaha menerobos pasar musik yang terlanjur demam Melayu, kemunculan “para veteran” tersebut tidak begitu menggema. Mereka masih mengendap-endap dan berusaha menerobos masa-masa bulan madu ST 12, Wali Band, Kangen Band. Serta Ridho Irama yang dibaptis ayahnya, Rhoma Irama, sebagai Pangeran Dangdut.Kelak.

Kondisi ini dibuktikan dengan lumrahnya PUSPA, SKJ, Cari Jodoh di telinga masyarakat. Serta lagu-lagu dangdut yang jaya dilantunkan Rhoma Irama di masa lalu namun di-recycle dan di-update oleh Ridho Irama.

Sekalipun demikian kenyataannya, pelan tapi pasti “pecut” yang dinantikan para pengusung musik cadas tetap terwujud. Meski pelan dan tertatih-tatih tentunya. Akibat keberpihakan pasar yang bisa dibilang pincang.

Pecut itu kini mengenai Blackout. Sejak beberapa pekan lalu, pengusung pop rock ini begitu rajinnya muncul di televisi dengan salah satu single-nya, Letoy. Kemunculan Azizi (vokal), Ega (gitar), Iwan Xaverius (add bas yang juga dedengkot Edane), Sastro (kibor), dan Rere (drum) ini, menambah tegas niat pecandu music cadas untuk naik ke pentas musik.

Jujur, Letoy serasa mudah untuk didengar telinga. Di single tersebut, Azizi CS menunjukan kejeniusannya. Mengemas lirik-lirik sederhana ke dalam nada-nada blues.

Kalau dibilang penilaian itu terlalu dini lantaran didasari satu single saja, tidak juga. Karena konon single lainnya, macam Goodbye juga mendongkrak popularitas Blackout saat ini. Single tersebut bahkan bertengger di papan atas sejumlah radio. Bahkan, ring backtone (RBT) lagu tersebut didownload hingga 30 ribu per hari.

Kesimpulannya, mudah-mudahan harapan kawan saya Dodi The Wheels cepat terkabul dengan kemunculan Blackout. Harapan ini tidak bisa dipungkiri. Karena band rock di daerah yang jauh dari dapur rekaman sangat berharap adanya pendobrak stabilitas pasar musik yang sedang dikuasai tembang-tembang jazirah Melayu. (rul)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menengok Klebutan Toya Masem (2-habis)

Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Menengok Klebutan Toya Masem (1)